
BPS Catat Kemiskinan Terendah dalam 20 Tahun, Namun Gelombang PHK Masih Mengkhawatirkan
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan penurunan angka kemiskinan menjadi 23,85 juta orang per Maret 2025—angka terendah dalam dua dekade. Namun, di balik optimisme ini, gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih mengancam stabilitas ketenagakerjaan.
- Data KSPI menunjukkan 60.000 pekerja terkena PHK dalam dua bulan pertama 2025.
- Kemnaker mencatat tambahan 2.419 kasus PHK hingga Mei 2025, dengan potensi kenaikan lebih lanjut.
Berita lainnya: Konflik Perbatasan Thailand-Kamboja Memanas, China Serukan Dialog Damai
Stimulus Ekonomi Rp 33 Triliun Digerakkan, Namun Ketergantungan pada Bansos Masih Tinggi
Pemerintah terus menggelontorkan stimulus ekonomi senilai Rp 33 triliun, mencakup diskon listrik, jaminan pengangguran, dan insentif properti. Meski demikian, peneliti Core Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengingatkan bahwa penurunan kemiskinan saat ini masih sangat bergantung pada bantuan sosial (bansos).
“Transfer fiskal memang mengurangi jumlah dan intensitas kemiskinan, tetapi belum mencerminkan peningkatan produktivitas riil,” tegas Yusuf.
Ancaman Nyata: Pergeseran ke Pekerja Informal dan Kerentanan Ekonomi Jangka Panjang
Fakta yang lebih mengkhawatirkan adalah pergeseran tenaga kerja dari sektor formal ke informal—yang berupah rendah, tanpa jaminan sosial, dan rentan terhadap inflasi.
Yusuf memaparkan tiga risiko utama:
- Kerentanan terhadap guncangan ekonomi kecil, seperti kenaikan harga pangan atau keterlambatan bansos.
- Ketergantungan tinggi pada bantuan pemerintah, tanpa fondasi kemandirian ekonomi.
- Kesenjangan produktivitas antara sektor formal dan informal yang semakin melebar.
Solusi Jangka Panjang: Tingkatkan Kualitas Lapangan Kerja, Fokus pada Manufaktur dan Pariwisata
Yusuf menekankan, pemerintah harus beralih dari kebijakan konsumtif ke produktif dengan:
- Memperbanyak pelatihan vokasi dan akses modal UMKM.
- Mendorong industri manufaktur berbasis teknologi yang menyerap tenaga kerja terampil.
- Mengembangkan pariwisata berkelanjutan, khususnya di daerah non-perkotaan.
Pariwisata dan manufaktur hilirisasi adalah kunci. Keduanya bisa menciptakan lapangan kerja formal dengan upah kompetitif, paparnya.
Optimisme data kemiskinan harus dibaca dengan hati-hati. Jika tidak diimbangi penciptaan kerja berkualitas, Indonesia hanya menunda bom waktu kerentanan ekonomi.