Komisi VII Tegaskan Perlu Penguatan Industri dalam RDP

Komisi VII Tegaskan Perlu Penguatan Industri dalam RDP dengan Krakatau Steel

Komisi VII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan PT Krakatau Steel. Dalam forum tersebut, anggota Komisi VII menyoroti ketergantungan impor bahan baku dan proyek mangkrak yang menimbulkan kerugian negara, sekaligus menuntut klarifikasi dari manajemen Krakatau Steel.

Komisi VII DPR RI baru saja menggelar RDP dengan Krakatau Steel guna mengevaluasi masalah besar dalam industri baja nasional. Dalam pertemuan tersebut, wakil menyoroti ketergantungan impor bahan baku dan proyek mangkrak yang menyebabkan kerugian negara. Kali ini, berharap manajemen Krakatau Steel bisa menjawab sejumlah tudingan dan memaparkan strategi pemulihan perusahaan.

Latar Belakang RDP antara Komisi VII dan Krakatau Steel

RDP ini bertujuan untuk memastikan efektivitas fungsi pengawasan DPR melalui terhadap BUMN industri strategis seperti Krakatau Steel. Karena selama ini, sejumlah proyek penting — seperti blast furnace dan proyek pengolahan bijih besi — diketahui mangkrak dan menimbulkan kerugian besar.

Dalam rapat tersebut juga dibahas bagaimana perusahaan baja milik negara itu selama ini bergantung pada impor bahan baku, padahal Indonesia memiliki potensi bahan mentah sendiri. mendorong agar Krakatau Steel lebih mandiri dan mampu kembali menjadi penggerak industri baja nasional.

Sorotan Terhadap Proyek Mangkrak dan Kerugian Negara

Anggota Komisi VII secara tegas menanyakan detail proyek-proyek yang terhenti, terutama proyek blast furnace yang dinilai sangat strategis. Menurut wakil komisi, kegagalan proyek tersebut telah menimbulkan beban finansial yang tidak sedikit.

Salah satu perwakilan Komisi menegaskan bahwa perusahaan dipanggil guna mempertanggungjawabkan kerugian hingga belasan triliun rupiah akibat proyek mangkrak. Selain itu, volume impor bahan baku baja yang terus meningkat juga menjadi sorotan. Kebergantungan terhadap impor dianggap melemahkan posisi Krakatau Steel di pasar domestik dan memperparah defisit neraca perdagangan sektor industri baja.

Ketidakpuasan terhadap Sikap Manajemen Krakatau Steel

Selama RDP, manajemen Krakatau Steel dianggap menunjukkan sikap defensif dan reaktif. Beberapa anggota Komisi VII menuding bahwa pihak manajemen sering memotong pembicaraan atau tidak menjawab pertanyaan secara lugas.

Dalam satu momen, perdebatan memuncak ketika pimpinan rapat menyinggung istilah “maling teriak maling” terhadap manajemen Krakatau Steel. menganggap pernyataan itu sebagai bentuk kritik bagi pihak perusahaan atas inkonsistensi dan kegagalan proyek yang dibiarkan berlanjut. Menurut Komisi, kritik tersebut muncul bukan untuk menjatuhkan, melainkan untuk mendorong akuntabilitas.

Secara internal, manajemen Krakatau Steel membantah tudingan tersebut dan meminta agar setiap kritik didasari data serta konteks yang jelas. Mereka juga meminta agar DPR menghargai proses manajemen perusahaan dan memberi ruang klarifikasi lebih lanjut.

Upaya Komisi VII dalam Pemulihan Industri Baja Nasional

Dalam RDP tersebut, selain menyoroti masalah, juga menyodorkan langkah strategis agar Krakatau Steel bisa pulih. Beberapa poin usulan yang disampaikan antara lain:

  • Penguatan penggunaan bahan baku lokal agar ketergantungan impor dapat dikurangi
  • Evaluasi kelayakan proyek mangkrak dan keputusan investor untuk melanjutkan atau menghentikannya
  • Restrukturisasi manajemen untuk meningkatkan efisiensi operasional
  • Kolaborasi dengan pihak pemerintah agar kebijakan proteksi industri baja dalam negeri lebih tegas
  • Pemantauan berkala agar kinerja Krakatau Steel dapat dipertanggungjawabkan secara transparan

Komisi VII menyatakan bahwa pemulihan Krakatau Steel bukan hanya kepentingan perusahaan itu sendiri, melainkan juga penting bagi ketahanan industri nasional, kemandirian ekonomi, dan target peningkatan nilai tambah sumber daya nasional.

Harapan Komisi VII dan Tantangan ke Depan

Komisi VII berharap manajemen Krakatau Steel bisa menyusun peta jalan (roadmap) yang realistis dan terukur untuk keluar dari krisis. Dengan pengawasan DPR melalui Komisi VII, diharapkan transformasi perusahaan ke depan dapat berjalan lebih baik dan transparan.

Tantangan yang harus dihadapi meliputi perubahan struktural di internal Krakatau Steel, tekanan persaingan global, fluktuasi harga bahan baku dunia, serta kemampuan menyerap teknologi baru. Jika manajemen tidak mampu menjawab semua pertanyaan secara meyakinkan, Komisi VII dapat mempertimbangkan langkah-langkah lanjutan, termasuk audit independen atau evaluasi ulang proyek-proyek strategis.

Penutup

Singkatnya, Komisi VII melalui RDP dengan Krakatau Steel menekan manajemen perusahaan untuk menjawab sejumlah kritikan serius terkait proyek mangkrak dan ketergantungan impor. Komisi menegaskan bahwa kepentingan nasional dan kemandirian industri baja tidak boleh dikorbankan karena lemahnya manajemen.

Ke depan, publik akan menunggu bagaimana Krakatau Steel menyusun strategi pemulihan, dan bagaimana Komisi VII memfasilitasi keterbukaan dan akuntabilitas yang lebih tinggi dalam pengelolaan aset negara.