Hari Santri Nasional menjadi momentum refleksi bagi banyak tokoh untuk menggali nilai-nilai kebangsaan dan religiusitas. Salah satu tokoh yang menyuarakan perpaduan ini adalah Bupati Trenggalek, Muchammad Arifin. Dalam kesempatan tersebut, beliau mengangkat ajaran Bung Karno sebagai acuan dalam merangkul nasionalisme yang selaras dengan nilai-nilai religius. Arifin meyakini bahwa adalah mungkin untuk memadukan semangat nasionalisme dengan keagamaan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera.
Refleksi Hari Santri oleh Bupati Trenggalek
Muchammad Arifin, dalam peringatan Hari Santri, menyoroti pentingnya merangkul ajaran para tokoh bangsa, khususnya Bung Karno, yang telah memberikan pandangan mendasar mengenai kehidupan berbangsa. Melalui ajaran Bung Karno, Arifin ingin menanamkan kepada masyarakat bahwa nasionalisme tidak harus bertentangan dengan nilai-nilai religius. Sebaliknya, keduanya dapat saling melengkapi untuk memajukan umat.
Ajaran Bung Karno sebagai Panduan
Bung Karno, dengan pemikiran progresifnya, melihat pentingnya Islam dalam mengarahkan manusia menuju pembebasan dan keadilan. Arifin menegaskan bahwa para santri, sebagai bagian integral dari masyarakat, harus menginternalisasi ajaran tersebut agar dapat berkontribusi positif dalam pembangunan bangsa. Posisi santri yang strategis, baik di pendidikan maupun sosial, menjadikan mereka sebagai motor penggerak dalam mewujudkan harmoni antara kebangsaan dan agama.
Menciptakan Keadilan Sosial
Semangat nasionalisme ala Bung Karno mengharuskan setiap individu untuk bekerja sama mencapai keadilan sosial. Di sini, Muchammad Arifin menarik perspektif bahwa kerja keras dan kemandirian harus dilandasi nilai-nilai religius supaya tidak kehilangan arah. Ia mendorong masyarakat Trenggalek untuk tidak hanya berfokus pada tata kelola duniawi, tetapi juga pada pengembangan potensi spiritual yang mampu menjadi pijakan utama dalam kebijakan publik dan partisipasi sosial.
Pandangan Nasionalisme yang Progresif
Nasionalisme yang diajarkan Bung Karno menekankan pentingnya melepaskan diri dari penjajahan, baik dalam bentuk fisik maupun mental. Dalam konteks modern, pandangan ini diterjemahkan sebagai pelepasan dari segala bentuk ketimpangan dan ketidakadilan yang masih membelenggu. Arifin mengajak para santri untuk menjadi ujung tombak dalam upaya pembebasan dari ketidakadilan ini dengan landasan agama dan kecintaan yang mendalam terhadap tanah air.
Peran Santri dalam Memajukan Bangsa
Santri memiliki potensi besar dalam memperkuat fondasi bangsa yang religius dan nasionalis. Mereka dapat menjadi agen perubahan dengan memberikan teladan moral dan etika dalam masyarakat. Arifin menegaskan bahwa dengan mengikuti langkah-langkah para pendahulu yang nasionalis dan religius, santri dapat membuka jalan bagi terwujudnya perubahan yang lebih besar dalam komunitas mereka, serta berkontribusi dalam pembangunan nasional.
Keseimbangan Antara Spiritualitas dan Nasionalisme
Mengikuti jejak pemikiran Bung Karno, keseimbangan antara spiritualitas dan nasionalisme bukanlah utopia. Dengan integrasi nilai-nilai ini dalam setiap aspek kehidupan, masyarakat dapat mencapai keadilan dan kemakmuran yang proporsional. Bupati Arifin meyakinkan bahwa perpaduan ini adalah kunci dalam menciptakan bangsa yang harmonis dan saling menghargai perbedaan, sekaligus tetap berakar pada budaya dan nilai-nilai keagamaan masing-masing.
Pada akhirnya, ajaran Bung Karno yang digaungkan oleh Muchammad Arifin pada Hari Santri memberikan wawasan mendalam mengenai kolaborasi antara nasionalisme dan religiusitas. Pendekatan ini menunjukkan bahwa keduanya tidak harus saling bertentangan, melainkan dapat bersinergi untuk menciptakan masyarakat yang adil, sejahtera, dan berkeadaban. Seiring dengan perkembangan zaman, kombinasi antara spiritualitas dan nasionalisme menjadi lebih relevan dalam menjawab tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia.
