Pertemuan Bersejarah: Trump Sambut Hangat Presiden Al-Sharaa

Kedatangan Presiden Suriah, Ahmad Al-Sharaa, di Gedung Putih pada 10 November 2025 menandai babak baru dalam hubungan antara Amerika Serikat dan Suriah. Acara yang diselenggarakan di Washington DC tersebut turut dihadiri Presiden AS ke-47, Donald Trump. Sambutan hangat dari Trump ini mengundang perhatian dunia, mengingat masa lalu di mana Sang Presiden Suriah pernah diburu dengan sayembara bernilai jutaan dolar.

Latar Belakang Konflik Suriah

Pada tahun 2017, pemerintahan AS menetapkan sayembara sebesar 10 juta dolar AS untuk penangkapan Ahmad Al-Sharaa. Kebijakan ini diambil sebagai respon atas konflik yang berkepanjangan di Suriah, di mana Al-Sharaa dianggap sebagai tokoh kunci yang mendukung kekerasan dan instabilitas di negaranya. Namun, persepsi ini mulai berubah semenjak sayembara tersebut dicabut pada akhir 2024.

Perubahan Kebijakan AS terhadap Suriah

Pencabutan sayembara penangkapan Al-Sharaa menjadi sinyal adanya perubahan strategi geopolitik AS di Timur Tengah. Kunjungan Al-Sharaa ke Gedung Putih dapat dilihat sebagai langkah konkret dari usaha kedua negara untuk memperbaiki hubungan diplomatik yang telah lama tegang. Langkah ini menandakan pergeseran kebijakan luar negeri AS yang lebih pragmatis dan mungkin berorientasi pada penyelesaian konflik dengan cara diplomasi.

Perspektif Donald Trump

Presiden Donald Trump yang terkenal dengan pendekatannya yang tidak konvensional, tampaknya melihat potensi jangka panjang dari normalisasi hubungan dengan Suriah. Ketika bertemu dengan Al-Sharaa, Trump menekankan pentingnya kerjasama untuk mengatasi isu terorisme dan mengembalikan stabilitas di Timur Tengah. Dalam pandangannya, menjalin hubungan yang konstruktif dengan Al-Sharaa bisa menjadi kunci dalam upaya tersebut.

Tanggapan dan Reaksi Internasional

Kehangatan sambutan Trump kepada Al-Sharaa mengundang reaksi beragam dari komunitas internasional. Beberapa negara sekutu AS seperti Inggris dan Prancis menyambut baik langkah ini, melihatnya sebagai kesempatan untuk akhirnya mengakhiri konflik di Suriah melalui cara-cara damai. Namun, ada pula negara yang skeptis terhadap niat baik Suriah yang selama ini dianggap sebagai negara yang mendukung rezim otoriter lainnya di kawasan.

Pandangan Akademisi dan Pengamat Politik

Para ahli dan pengamat politik memandang pertemuan ini sebagai gerakan strategis yang penuh risiko, tetapi juga berpotensi tinggi dalam mendorong stabilitas regional. Kemungkinan besar, pertemuan ini akan diikuti kebijakan-kebijakan lain yang lebih kooperatif dari kedua belah pihak. Analis juga mencatat bahwa ini adalah contoh nyata dari pendekatan diplomasi yang melibatkan negosiasi dan kompromi, daripada konfrontasi.

Masa Depan Hubungan AS-Suriah

Dengan dinamika baru ini, masa depan hubungan antara AS dan Suriah masih belum sepenuhnya jelas. Namun, pertemuan di Gedung Putih ini membuka jalan bagi negosiasi lebih lanjut yang mungkin akan melibatkan isu-isu substansial lainnya seperti rekonstruksi pascakonflik dan kerja sama ekonomi. Jika dilakukan dengan bijak, ini dapat menjadi model bagi penyelesaian konflik lainnya di Timur Tengah.

Kedatangan Presiden Ahmad Al-Sharaa ke Gedung Putih menandai momen penting dalam sejarah diplomasi internasional. Dari seorang mantan tokoh yang diburu menjadi sahabat baru di mata Gedung Putih, perjalanan ini penuh dengan pertimbangan politik yang kompleks. Harapan dari kedua belah pihak adalah agar acara ini bukan hanya sebagai ceremonial belaka, tetapi juga menjadi titik balik menuju perdamaian yang lebih langgeng di kawasan yang lama dilanda konflik.